Rabu, 11 Juni 2008

KAPAN KESADARAN ITU DATANG?

Menjadikan sektor pendidikan sebagai ‘panglima’. Kalimat itu yang sering kita dengar saat tokoh-tokoh berbicara, baik itu tokoh pendidikan yang terlihat ‘greget’ sambil menampakkan raut setengah frustasinya karena kecewa terhadap realita yang ada, atau tokoh politik yang berkomentar tentang pendidikan dengan wajah pamrih agar mendapat simpati dari komunitas pendidikan saat datang pemilu nanti. Begitu juga, tulisan atau artikel yang ditulis oleh berbagai kalangan dari guru kecil sampai guru besar, dari masyarakat kecil sampai tokoh pembesar negeri ini dan dimuat oleh berbagai media, dari media kecil atau media besar, lokal ataupun berskala nasional sudah banyak sekali yang merekomendasikan pemerintah untuk segera ‘menjadikan pendidikan sebagai panglima’.

Istilah panglima secara sederhana dapat diartikan sebagai pemimpin tertinggi dalam sebuah pasukan perang. Jika pembangunan yang sedang dilaksanakan saat ini dianalogikan sebagai medan perang, maka disitu pendidikan harus ditempatkan sebagai panglima Dengan kata lain pendidikan harus menjadi prioritas utama dan pertama dari sekian prioritas yang menjadi target pembangunan. Pertanyaannya sudahkah pendidikan menjadi panglima? Jika belum , sampai kapan kita bisa menunggu?

Setelah sepuluh tahun bergelut dalam dunia pendidikan, berinteraksi dengan berbagai komunitas pendidikan seperti siswa, guru orangtua siswa, birokrat pendidikan dan tokoh-tokoh pendidikan, penulis mencatat hal-hal yang kiranya relevan untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan di atas. Diantaranya adalah begitu rendahnya tingkat kesadaran para pelaku pendidikan itu sendiri, rendahnya kesadaran dari pemerintah dan rendahnya kesadaran dari masyarakat. Padahal, menurut hemat penulis, ketiga unsur yang disebutkan tadi merupakan pilar utama yang bisa menentukan baik buruknya mutu pendidikan di Tanah Air.

Kesadaran Pelaku Pendidikan

Dalam setiap proses pendidikan baik formal maupun nonformal, unsur pembelajaran tentulah menjadi bagian yang amat penting. Dalam prakteknya, pembelajaran selalu melibatkan siswa yang diajar dan guru yang mengajar. Seorang siswa tentu saja memiliki orangtua ataupun walinya dan sebagai guru tentu memiliki pimpinan di sekolahnya. Kerap sekali kita temukan fakta bahwa berbagai unsur atau pihak-pihak yang disebutkan tadi memiliki tingkat kesadaran yang masih rendah akan pentingnya makna pendidikan. Seorang siswa sering mereduksi arti pendidikan hanya sebatas pergi ke sekolah setiap hari, mengerjakan tugas yang diberikan guru dan akhirnya bisa lulus dengan mendapat nilai yang alakadarnya. Seorang guru juga mereduksi arti pendidikan hanya sebatas mengajar siswa setiap hari dan memberikan nilai pada siswanya tanpa harus berpikir apakah ia sudah mengajar dengan baik dan benar? Apakah sebagai guru ia sudah memberikan kontribusi positif bagi perkembangan siswanya di masa yang akan datang?Kerap pula kita dengar tentang pimpinan sekolah atau lembaga pendidikan yang justru menjadi penghambat proses peningkatan mutu pendidikan. Bahkan menurut seorang tokoh pendidikan, ada seorang guru dan seorang guru besar yang justru bertindak kontra terhadap kebijakan yang berpihak pada pendidikan.

Pun, dengan orangtua siswa yang tak mau ketinggalan dengan mereduksi arti pendidikan sebatas menitipkan anaknya ke pihak sekolah, membayar biaya sesuai aturan dan hanya berharap anaknya bisa lulus dan melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi tanpa pernah berfikir bahwa mendidik anak adalah hal yang penting tidak saja bagi si anak tapi juga bagi proses kemajuan masyarakat secara luas. Orangtua tidak boleh berpikir mendidik atau menyekolahkan anak semata-mata hanya kebiasaan karena masyarakat umum yang menginginkan anaknya sukses memang melakukan hal itu. Dari paparan tadi tergambarkan begitu dangkalnya kesadaran para pelaku pendidikan akan arti penting pendidikan itu sendiri. Bukankah ini sebah ironi?

Kesadaran Pemerintah

Pemerintah sebagai pemegang kendali kebijakan, seyogyanya menjadi mesin penggerak utama kemajuan pendidikan. Realitanya, alih-alih menjadi mesin penggerak, melaksanakan kebijakan atau aturan yang dibuatnya sendiri saja sangat berat jika itu menyangkut persoalan pendidikan. Baru saja merasakan semilir angin surga dengan dimasukkannya pasal dalam Undang-Undang Dasar bahwa anggaran pendidikan harus mencapai 20% dalam APBN/APBD, masyarakat dikagetkan dengan keluarnya putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang menyatakan anggaran 20% itu harus memasukan ‘item’ gaji guru.

Intinya, keluarnya putusan MK tersebut mengurangi porsi anggaran pendidikan sebesar kira-kira 8%. Meski dengan perhitungan itupun, tetap saja pemerintah baru bisa mengalokasikan 18% anggaran untuk pendidikan. Entah apa yang dipikirkan pemerintah, bukannya memanfaatkan para ahli untuk mencari jalan keluar yang kreatif agar bisa memenuhi amanat Undang-Undang Dasar yang menganggarkan 20% sektor pendidikan, tapi malah berkompromi mengeluarkan kebijakan yang justru kontra terhadap peningkatan kualitas pendidikan. Mungkin mereka merasa rugi menggelontorkan anggaran sebesar 20% itu meski itu sebenarnya uang rakyat dan bukan uang pribadi mereka.

Sudah seharusnya hak itu dikembalikan kepada rakyat dalam bentuk pelayanan pendidikan murah dan berkualitas. Sudah seharusnya para pembuat kebijakan itu sadar, memajukan pendidikan berarti memajukan kualitas sumber daya manusia. Memajukan pendidikan berarti membangun peradaban dan anak cucunya nanti yang akan merasakan seperti apa peradaban masyarakat kita nanti, itu sangat tergantung pada kebijakan-kebijakan yang mereka ambil saat ini. Mengapa begitu sulit menggelontorkan anggaran yang hanya 20% itu, bukankah masih ada 80% alokasi anggaran untuk dibagikan pada sektor-sektor yang lain?

Kesadaran Masyarakat

Jika masyarakat itu diartikan sebagai orang kebanyakan, individu-individu yang berbeda yang memiliki pandangan dan karakteristik berbeda pula, maka ini menjadi kelompok terbesar yang menghuni Indonesia. Artinya, jika masyarakat memiliki kesadaran akan pentingnya arti pendidikan bagi kemajuan bangsanya, maka tak akan kita dengar berita tentang sekolah roboh, guru yang terpaksa ngojek, atau anak usia sekolah yang terpaksa mengamen di lampu-lampu merah. Pernahkan terpikir dibenak kita jika separuh saja dari jumlah penduduk Indonesia yang memberikan uangnya sebesar Rp 1000,- dan itu diperuntukkan bagi pendidikan, maka akan terkumpul dana sebesar Rp 100 milyar. Sebuah nilai yang begitu bermakna jika dikelola benar-benar untuk peningktan mutu pendidikan.

Namun, berharap seperti itu seolah kita bermimpi, karena penulis pernah mendengar keluhan seorang teman yang mengatakan betapa sulitnya memasarkan media yang khusus berisi informasi tentang pendidikan. Begitu banyak kendala yang dihadapi ketika ingin mengajak para birokrat untuk bekerjasama mengembangkan idealisme dunia pendidikan, sedikit sekali guru yang berminat membeli, dapat dihitung dengan jari pejabat yang memberikan apresiasi dan sebagian besar masyarakat lebih suka membeli media yang berisi gosip atau yang memamerkan kemolekan tubuh wanita ketimbang membeli media pendidikan. Bukankah ini sebuah indikasi bahwa kesadaran masyarakat akan pentingnya pendidikan masih sangat rendah ? Wallahu’alam.Wawan Kurniawan

Penulis adalah seorang guru, tinggal di Bogor.

Penemu Biochip Kedokteran


Ilmu pengetahuan mampu menjelaskan hal-hal yang semula dianggap tak mungkin menjadi mungkin. Melalui ilmu pengetahuan pula Joko Sasmito berhasil menciptakan biochip, yang dalam perkembangannya sangat bermanfaat bagi dunia kedokteran. Semua berawal dari Siklus Kaifa.

Sejumlah produk teknologi yang bermanfaat untuk kesehatan telah dibuatnya bersama kelima anaknya. Alat-alat ini antara lain pengetes gelombang otak, pengetes emosi diri, pengetes penyakit kanker getah bening dan kanker hati, magnetic resonance imaging (MRI), alat pemeriksa saraf, otot, dan jantung, serta modem.

Produk yang disebut terakhir ini belakangan direncanakan untuk diproduksi dalam jumlah lebih banyak. Produk ini sendiri merupakan hasil penelitian selama delapan tahun oleh keluarga Joko bersama sejumlah tetangga yang tergabung dalam santri Isiteks (Islam Teknologi dan Seni) di Imogiri, Bantul, Daerah Istimewa Yogyakarta.

Penemuan-penemuan teknologi di bidang kedokteran ini sebenarnya bukanlah tujuan awal Joko. Mantan Dosen Kimia di Universitas Gadjah Mada ini bersama sejumlah santri semula bermaksud menciptakan alat-alat elektronik mini yang dapat menghemat ruang.

Dalam perkembangan kegiatan penelitiannya, Joko malah lebih dulu berhasil menciptakan biochip sebagai alat pengetes kesehatan tubuh, yang sangat bermanfaat di bidang kedokteran, serta biochip sebagai alat terapi.

Biochip adalah benda organik sebagai materi inti. Ramuan dari sari hewan dan tumbuhan ini diracik hingga menjadi hanya seberat kurang dari satu gram, lalu dilekatkan pada lempengan kecil kawat, dan disambungkan oleh media penghantar berupa lembaran-lembaran kabel. Alat ini berbeda dengan biochip-biochip lain yang, meski juga dibuat sebagai hasil teknologi, bahan utamanya dari anorganik.

Pada setiap kegiatan pengecekan dan terapi kesehatan terhadap pasien-pasiennya, Joko mentransfer materi inti pengobatan ini lewat gelombang (udara maupun listrik), disalurkan ke tubuh penderita.

Hantaran energi melalui gelombang ini pada tahap berikutnya, memampukan Joko mengobati pasien secara jarak jauh. Dengan menggunakan telepon biasa ataupun seluler, pengobatan yang berpusat dalam sistem komputer di rumahnya akan dihantar masuk ke pasien melalui gelombang.

”Saya berpikir bahwa ilmu dapat dimanfaatkan seluas-luasnya. Dan, bentuk pengobatan ini sangat dapat dijelaskan secara ilmiah,” tuturnya.

Empat dalil
Kita mungkin akan tak percaya bagaimana terapi biochip yang ditransfer lewat gelombang bisa menyembuhkan seseorang. Namun, Joko dapat menjelaskan secara ilmiah atas setiap produk temuannya. Teori Siklus Kaifa menjadi dasar untuk setiap penemuan ini. Siklus ini mengacu pada salah satu ayat dalam sebuah surat di Al Quran. Ayat ini diterjemahkan menjadi empat dalil, yaitu adaptasi, filter, kecocokan, dan nilai integrasi. Setiap uji coba yang dilakukannya melalui empat dalil tersebut dan akhirnya menghasilkan karya chip non-bio. Namun, dalam perkembangannya, dia mengkreasikan chip dengan racikan bahan-bahan organik.

Tujuan Joko adalah supaya racikan bahan biochip ini tidak dapat ditiru tanpa harus dipatenkan. Kelebihan biochip ini adalah memiliki kepekaan lebih tinggi dalam mendeteksi suatu penyakit.

Joko mendidik lima anaknya untuk menjadi peneliti sekaligus penemu di bidang iptek meski mereka harus keluar dari sekolah formal. Ida Saraswati (23), anak pertama, kini telah membuat banyak perangkat lunak atau software dan Dika Sistrandari (21), Agus Siklawida (16) serta Tifa Siklawati (11) sebagai pembuat komponen data atau hardware. Adapun kemampuan membuat biochip diturunkan kepada anak ketiganya, Sikla Estiningsih (19).

Menurut Joko, merupakan pergumulan besar saat harus memberi pilihan bagi anak-anaknya untuk bersekolah formal atau belajar padanya. Saat anak-anak ini memutuskan untuk belajar pada Joko dan keluar dari sekolah masing-masing, tumbuh kesadaran akan konsekuensi bahwa kelimanya takkan memiliki ijazah pendidikan. ”Memang ada konsekuensi atas setiap pilihan,” tutur Sikla, anak ketiga.

Saat Kompas berkunjung kedua kalinya, sekira pertengahan bulan Januari, Joko tengah sibuk mengurusi salah seorang pasiennya yang sakit kritis. Hasil identifikasi biochip yang terpampang lewat komputer menunjukkan pasien tersebut mengidap penyakit kanker hati.

Komputer lainnya dipakai mendeteksi gerak jantung yang melambat, juga melalui biochip. Lalu, sebuah biochip lagi dipasang untuk menurunkan tingkat entropi (kerentaan fungsi organ). ”Kalau sudah kondisi darurat, kami harus gerak cepat menolong pasien,” tuturnya. (Irma Tambunan, Kompas, 27 Januari 2006)

Bapak Ilmu Pengetahuan

Ahli filsafat terbesar di dunia sepanjang zaman, bapak peradaban Barat, bapak ensiklopedi, bapak ilmu pengetahuan, atau guru(nya) para ilmuwan adalah berbagai julukan yang diberikan pada ilmuan ini. Berbagai temuannya seperti logika yang disebut juga dengan ilmu mantik yaitu pengetahuan tentang cara berpikir dengan baik, benar, dan sehat, membuat namanya begitu dikenal oleh setiap orang di seluruh dunia yang pernah mengecap pendidikan.
Begitu juga dengan biologi, fisika, botani, astronomi, kimia, meteorologi, anatomi, zoologi, embriologi, dan psikologi eksperimental merupakan temuannya juga. Penemuan-penemuan yang
Sudah 2.000 tahun lebih, namun istilah-istilah yang dipakainya pada berbagai ciptaan atau temuannya masih dipakai sampai sekarang, seperi: informasi, relasi, energi, kuantitas, kualitas, individu, substansi, materi, esensi, dan sebagainya. Disamping itu, ia juga seorang pengarang yang telah menghasilkan lebih dari 50 buah buku yang semuanya dilengkapi dengan uraian yang sistematis, jelas, dan dalam.

Pria yang lahir di Stagirus, Macedonia, pada tahun 384 sM, inilah orang pertama di dunia yang dapat membuktikan bahwa bumi bulat. Pembuktian yang dilakukannya dengan jalan melihat gerhana.

Sepuluh jenis kata seperti yang dikenal orang saat ini seperti; kata kerja, kata benda, kata sifat, dan sebagainya merupakan pembagian kata hasil pemikirannya. Dia jugalah yang mengatakan bahwa “manusia adalah makhluk sosial”, bahwa “tiap pernyataan harus dibuktikan kebenarannya”, bahwa “kunci pengetahuan adalah logika”, dan “dasar pengetahuan adalah fakta”.

Aristoteles adalah ilmuan yang religius. Ia sangat percaya akan kuasa Tuhan. “Semua yang bergerak di alam semesta ini bergerak menuju Tuhan” katanya. Maka, “orang yang ingin bahagia harus berbuat baik sebanyak-banyaknya”, katanya lagi.

Ayahnya yang bernama Nicomachus, seorang dokter di istana Amyntas III, raja Macedonia, kakek Alexander Agung, meninggal ketika Aristoteles berusia 15 tahun. Karenanya, ia kemudian dipelihara oleh Proxenus, pamannya- saudara dari ayahnya. Pada usia 17 tahun ia masuk akademi milik Plato di Athena. Dari situlah ia kemudian menjadi murid Plato selama 20 tahun.

Dengan meninggalnya Plato pada tahun 347 sM, Aristoteles meninggalkan Athena dan mengembara selama 12 tahun. Dalam jenjang waktu itu ia mendirikan akademi di Assus, dan menikah dengan Pythias yang tak lama
kemudian meninggal. Ia lalu menikah lagi dengan Herpyllis yang kemudian melahirkan baginya seorang anak laki-laki yang ia beri nama Nicomachus, seperti nama ayahnya. Pada tahun-tahun berikutnya ia juga mendirikan akademi di Mytilene. Saat itulah ia sempat jadi guru Alexander Agung selama 3 tahun.
Di Lyceum, Athena pada tahun 335 sM, ia juga mendirikan semacam akademi. Di sinilah ia selama 12 tahun memberikan kuliah, berpikir, mengadakan riset dan eksperimen, serta membuat catatan-catatan dengan tekun dan cermat.

Pada tahun 323 sM Alexander Agung meninggal. Karena takut dibunuh orang Yunani yang membenci pengikut Alexander, Aristoteles akhirnya melarikan diri ke Chalcis. Tapi ajal memang tak mengenal tempat. Mau bersembunyi kemanapun, kalau ajal sudah tiba tidak ada yang bisa menolak. Demikian juga dengan tokoh ini, satu tahun setelah pelariannya ke kota itu, yaitu tepatnya pada tahun 322 sM, pada usia 62 tahun ia meninggal juga di kota tersebut, Chalcis, Yunani
Sumber : Ensklopedi tokoh indonesia.com

Pengangguran Terdidik (SIKAP)

Badan Pusat Statistik (BPS) baru saja melansir jumlah pengangguran di Indonesia yang mencapai pada kisaran 100 juta orang. Dengan jumlah penduduk Indonesia yang mencapai 225 juta jiwa, menunjukkan besaran angka pengangguran tersebut hampir 50%. Sungguh apabila angka tersebut faktual, maka kita patut sangat prihatin. Pengangguran tersebut akan terus bertambah, apabila perubahan perekonomian nasional tidak bisa dilakukan. Bahkan, bisa saja jumlah pengangguran akan meningkat, jika banyak industri melakukan Pemutusan Hubungan Kerja (PHK). Sementara jumlah lulusan Perguruan Tinggi (PT) mencapai 700.000 orang setiap tahun.

Beban masyarakat tentu akan semakin berat pada saat terjadi kenaikan harga Bahan Bakar Minyak (BBM) yang sudah diputuskan sebesar 28,7%. Walaupun akan ada perlakuan khusus untuk pengendara sepeda motor dan angkutan umum, tetapi efek samping kenaikan tersebut tidak bisa dihindarkan. Dengan jumlah pengangguran yang melambung tinggi, produktivitas masyarakat tentu akan menjadi rendah. Pun, daya beli masyarakat akan semakin menurun, apalagi kenaikan harga kebutuhan sehari-hari ikut-ikutan naik.
Kita tentunya tidak mengharapkan tingginya angka pengangguran akan memicu konflik sosial. Ancaman konflik sosial bisa saja terjadi, manakala tekanan terhadap kehidupan seseorang semakin berat. Rasa frustasi akan sangat mudah memancing emosi masyarakat. Ketidakpuasan terhadap kondisi sosial, bisa menimbulkan anarkisme. Sementara itu, dipastikan akibat desakan kebutuhan ekonomi, banyak penganggur kemudian melakukan tindakan kriminal. Pemerintah memang memiliki program kompensasi atas kenaikan harga BBM dalam bentuk Bantuan Langsung Tunai (BLT). Namun, tentu saja BLT ini bersifat sementara. Bahkan, dicurigai BLT memiliki motif politik. Pun, dinilai BLT malah memperkeruh suasana, karena terjadi kekisruhan dalam pembagiannya. Tidak mengherankan, banyak Pemerintah Daerah bahkan kepala desa menolak kebijakan BLT ini.

Pemerintah memang harus mencari solusi yang lebih komprehensif untuk mengatasi krisis perekonomian pada saat ini. Menteri Keuangan Sri Mulyani memang mengungkapkan, beberapa tahun ini pertumbuhan ekonomi mencapai 6% pertahun. Dengan demikian telah terjadi perbaikan kondisi perekonomian. Jika benar pertumbuhan ekonomi sebesar 6% diperkirakan sekitar 1,8 juta tenaga kerja yang bisa diserap setiap tahunnya. Yang menjadi persoalan, dibandingkan RRC dan Vietnam, konsentrasi pemerintah dalam pembangunan sektor perekonomian lebih dititikberatkan pada sektor minyak dan gas. Selain itu, pada industri-industri padat modal—menggunakan teknologi tinggi. Sehingga, hanya berdampak kecil terhadap daya serap tenaga kerja. Seharusnya, pemerintah secara konsisten mendorong sektor pertanian, perikanan, perkebunan, dan industri-industri yang mampu menyerap tenaga kerja besar.
Kebijakan di sektor perekonomian ini, berlawanan arus dengan kebijakan pendidikan yang dilakukan oleh Departemen Pendidikan Nasional (Depdiknas). Pada saat ini Depdiknas tengah memacu pertumbuhan dan peningkatan kualitas sekolah-sekolah kejuruan (SMK). Ditargetkan perbandingan pertumbuhannya menjadi berbanding terbalik 70% SMK : 30% SMA. Sekolah kejuruan dimaksudkan untuk mendorong tersedianya tenaga kerja yang memiliki keterampilan tertentu terhadap mereka yang tidak akan melanjutkan ke perguruan tinggi. Pada sisi lain, tidak banyak pula perguruan tinggi di Indonesia yang memiliki konsern terhadap kemandirian lulusannya. Hanya sedikit perguruan tinggi yang memiliki misi merangsang lulusannya untuk menjadi enterpreneur-enterpreneur muda, sehingga tidak tergantung kepada peluang kerja pada korporasi-korporasi yang ada.

Kompleksitas persoalan makro dan mikro ekonomi Indonesia ini, harusnya menjadi konsern pula Perguruan Tinggi (PT) di Indonesia. Bukankah kita memiliki para ahli di banyak bidang yang ”bercokol” di PT? Akan lebih baik jika pemerintah mau mengajak mereka untuk mencari solusi pagi persoalan Negara? Sumbangsih para ilmuwan pada saat ini sangat dibutuhkan. Tentunya, hal tersebut dibutuhkan kerendahan hati, ketulusan hati, dan membuang jauh-jauh interes politik masih-masing pihak. Sebab, kita tidak bisa membiarkan tenaga kerja terdidik tersebut menjadi pengangguran abadi. Dan, patut diingat, tekanan perekonomian—sudah ”mencekik leher sebagian besar masyarakat.” Tunggu apalagi...

Nirbaya,Catatan Harian Mochtar Lubis

Pemandangan agak berbeda di Bentara Budaya, Palmerah Jakarta Barat Rabu (7/5) lalu. Tepat pukul 13.00 sampai 15.00 WIB diadakan launching buku berjudul Nirbaya, yang berisi catatan harian Mochtar Lubis. Buku yang diluncurkan tersebut merupakan terbitan Yayasan Obor Indonesia bekerjasama dengan Lembaga Studi Pembangunan Pers (LSPP).

Hadir Jakob Oetama (Pemimpin Yayasan Obor Indonesia dan Pemimpin Umum Harian Kompas), Adnan Buyung Nasution (Avokat dan rekan Mochtar Lubis), Masmiar Mangiang (dosen FISIP UI), dan Ignatius Haryanto (Direktur Eksekutif LSPP dan direktur Program Mochtar Lubis Award) yang hadir sebagai pembicara dalam launching buku tersebut.

Nirbaya merupakan sejarah buku yang panjang. Buku tersebut ditulis pada tahun 1975, lalu naskah tersebut pertamakali diterbitkan dalam bahasa Belanda pada 4 tahun silam. Dan kemudian naskah ini perlu menunggu hingga hampir 30 tahun kemudian untuk bisa diterbitkan dalam bahasa Indonesia. Launching buku juga bersamaan perayaan hari jadi Yayasan Obor Indonesia yang ke-30 tahun dan juga peluncuran Mochtar Lubis Award yang akan dianugerahkan kepada insan pers dalam karyanya.

Buku yang berisi 142 halaman, menggambarkan bagaimana sosok kehidupan dari seorang Mochtar Lubis. Mochtar Lubis dilahirkan tanggal 7 Maret tahun 1922 di Padang dan meninggal pada 2 Juli 2004 di Jakarta. Mochtar Lubis adalah seorang jurnalis dan pengarang ternama di Indonesia. Ia turut mendirikan Kantor Berita ANTARA, mendirikan dan memimpin harian Indonesia Raya, salah satu pendiri Yayasan Obor Indonesia, dan a juga keterlibatannya dalam dunia pers nasional maupun internasional. Selain itu, Mochtar Lubis juga tercatat sebagai pendiri majalah sastra dan budaya Horison.

Di luar karier kewartawanan, Mochtar Lubis juga dikenal sebagai seorang sastrawan dengan kritik sosial yang tajam seperti dalam buku Senja di Jakarta, Jalan Tak Ada Ujung dan Harimau-harimau. Namun sebagai budayawan ia pun dikenal sangat tajam. Keikutsertaannya dalam Kongres Kebudayaan di Taman Ismail Marzuki bulan Juli 1997 melahirkan buku berjudul Manusia Indonesia. Mochtar Lubis pernah menerima anugerah Pena Emas dari Federasi Internasional dan Perhimpunan Pers (1967), dan juga dikenang oleh International Press Insitute (IPI) sebagai salah satu dari “Heroes of The Twentieth Century”--diantara 50 orang di dunia yang mendapatkan penghargaan serupa. Mochtar Lubis memang patut dikenang. Ketokohan dan idealisme di bidang jurnalistik bisa menjadi pelajaran bagi kita. Agus

MENGHIDUPKAN (LAGI) PERPUSTAKAAN SEKOLAH

Oleh Yuyum Daryumi, S,Pd.


Sangat memperhatikan mengamati kondisi sebagian besar siswa di Indonesia terhadap buku bacaan. Keadaan minat baca yang menurun ini berkaitan erat dengan pesaingnya yaitu televisi, game-game elektronik, dan yang tak kalah kuatnya pengaruhnya adalah ponsel. Jika kita melawan para pesaing itu, terutama televise, sepertinya hanya sebuah angan-angan saja. Memang ada sebagian televisi yang mulai peduli dengan pendidikan dan dunia anak, tapi yang menyerbunya dengan tayangan untuk kondsumsi orang dewasa lebih dahsyat lagi. Para pakar media dan LSM dengan berbagai cara memberikan imbauan adar televisi menjadi media yang ramah keluarga. Tapi rupanya motivasi komersial lebih jauh menggiurkan dibandingkan idealisme.

Serangan berikutnya adalah ponsel, ada yang salahkah denga alat komunikasi yang cepat dan praktis ini ? tidak ada. Yang ada justru kekeliruan penggunanya, yang didalamnya adalah siswa kita.

Lalu dari mana kita menyusun benang kusut kondisi ini ? debagai bagian dari masyarakat pembalajaran, kita turut bertanggung jawab atas permasalahan ini. Masyarakat pembelajaran (Learning society) adalah unsur masyarakat –tanpa dibatasi usia – yang secara sadar mengembangkan segenap kemanmpuan jasmani maupun rohaninya untuk kemajuan diri dan lingkungannya untuk menjadi manusia seutuhnya. Bagian inti dari masyarakat pembelajaran adalah sekolah. Idealnya, sekolahlah yang menjadi motor warga (sekolahnya)nya untuk melek baca. Bahkan disekolah dengan fasilitas minim sekalipun. Tidak ada alasan sebuah sekolah mengandalakan minat baca siswanya tumbuh saat perpustakaan berdiri, misalnya, atau menunggu bantuan dari donatur/pemerintah. Kerelaan para guru dan kepala sekolah untuk menyumbangkan koleksi buku pribadinya pada sekolah yang merupakan awal yang baik untuk mendirikan perpustakaan sekolah.

Sebagai salah satu upaya menumbuhkan minat baca siswa, perpustakaan termasuk sarana yang cukup familiar dikalangan siswa. Namun meskipun sudah dikenal lama, untuk mengenalkan lebih dekat pada siswa diperlukan strategi cermat.

Bagi sekolah yang telah memiliki perpustakaan, layak atau tidak, berbahagialah. Artinya tinggal menguatkan kemabali itikad untuk ’menghidupkan’ lorong-lorong rak buku yang sepi pengunjung. Adalah tugas kita untuk menghapus image, bahwa perpustakaan tak ubahnya seperti museum sekolah.

Kiat dibawah ini adalah praktek sederhana yang pernah saya diterapkan pada sebuah sekolah swasta kecil didaerah.

1. Letak strategis
Posisi ruangan perpustakaan mudah dijangkau oleh pengunjung, memungkinkan siswa untuk lebih sering mendatangi perpustakaan. Kondisi umum perpustakaan sekolah yang menempati bagian pojok/ujung gedung sekolah, justru membuat perpustakaan semakin terasing. Memilih ruangan yang sering dilalui siswa adalah salah satu cara makin mengakrabkan perpustakaan dengan siswa.


2. Sumber daya yang profesional
Sebagai orang yang terlibat langsung dalam pengolahan perpustakaan, petugas perpustakaan adalah mereka yang mau bekerja secara profesional demi kemajuan perpustakaan. Ia sangat paham dengan job description yang harus dilakukan. Mulai dari menyortir buku, memcatat koleksi buku baru, membuat katalog, membuat laporan perkembangan jumlah pengunjung baik dalam bentuk tabel maupun grafik, hingga menyusun kembali buku ketempat semula.


3. Pelayanan prima
Istilah ini awalnya selalu dikaitkan dengan manajemen pemasaran. Namun, tak ada salahnya diterapkan dalam kinerja petugas perpustakaan. Meskipun wilayah pelayanannya tidak luas, namun pelayanan yang maksimal pada pengunjung merupakan kunci yang menarik minat mereka. Secara sederhana, pelayanan prima harus diterapkan petugas perpustakaan diantaranya :

a. Ramah dan bersahabat, jangan segan menyapa dengan senyum setiap pengunjung yang datang
b. Melayani dengan sepenuh hati, meskipun mereka adalah anak-anak yang usianya jauh di bawah kita
c. Sigap dan sistematis dalam melayani peminjaman dan pengembalian buku
d. Sebagao informan utama, berilah keterangan yang lugas jika pengunjung membutuhkan kejelasan seputar masalah perpustakaan


4. Ikuti pelatihan
Sangat terbatas tenaga ahli dibidang perpustakaan, menjadikan perpustakaan dibeberapa sekolah ditangani secara asal-asalan. Untuk mengantisipasi hal tersebut, petugas perpustakaan dianjurkan untuk mengikuti pendidikan dan pelatihan kepustakaan. Untuk masalah ini sekolah harus proaktif mencari informasi tentang program diklat, baik yang diselenggarakan pemerintah maupun LSM.


5. Menarik simpati dengan siswa dengan cara :
a. Mengadakan berbagai lomba, seperti: lomba minat baca, mendongeng, menulis resensi buku, dll
b. Penataan buku yang tepat dan teratur
c. Menciptakan suasana ruangan perpustakaan yang nyaman
d. Promosikan melalui slogan yang khas gaya remaja, seperti “hari gini ga suka baca buku, cape deh...” , “banyak baca banyak tahu, tidak baca jadi sok tahu”, atau kalimat kreatif lain yang lebih menarik dan mudah diingat


6. Guru memanfaatkan layanan perpustakaan
Kelemahan guru pada umumnya kurang memanfaatkan fasilitas yang ada, seperti laboratorium dan perpustakaan. Menjadikan ruangan perpustakaan sebagai alternatif tempat belajar tentu akan menjadi pengalaman yang menyenangkan bagi siswa yang selalu belajar dengan sistem klasial. Diruangan ini guru dapat bereksporasi dengan sarana yang ada, seperti menyimak dan menanggapi pemutaran film ilmu pengetahuan, mendiskusikan buku yang mereka pilih dari koleksi perpustakaan. Membuat penilaian terhadap isi buku, atau aktifitas kraetif lainnya


7. Sebagai alternatif jika guru berhalangan hadir
Jika dalam satu hari guru berhalangan hadir dan pengawasan guru piket terbatas, maka salah satu kelas dapat dialihkan keruang perpustakaan. Dalam hal ini petugas perpustakaan harus sigap menangani siswa satu kelas diruang perpustakaan.


8. Pengadaan buku
Salah satu ciri sebuah perpustakaan berkembang diantaranya ditandai dengan jumlah koleksi buku yang terus bertambah. Petugas perpustakaan harus jeli ’membaca’ selera pengunjung. Buku-buku yang sering diminati dan jumlahnya terbatas, harus ditambah. Jika memiliki dana cukup, tambah dengan koleksi buku yang sedang ’booming’ saat itu. Jika dana terbatas, perpustakaan dapat mengusulkan pada sekolah agar setiap siswa kelas tiga yang lulus diajarkan menyumbang buku pada perpustakaan. Agar bermanfaaat, jenis-jenis buku yang layak disumbangkan sudah ditentukan terlebih dahulu oleh petugas.


9. Manajemen keuangan yang transparan
Pengolahan keuangan perpustakaan baik yang bersumber dari pemerintah maupun intern harus dikelola dengan benar. Tuliskan secara rinci terutama pemasukan harian yang berasal dari denda keterlambatan pengembalian buku.


10. Dukungan kepala sekolah
Mengingat perpustakaan dibawah naungan lembaga sekolah, maka setiap kebijakan perpustakaan otomatis telah mendapat persetujuan kepala sekolah selaku penanggung jawab. Seorang pimpinan yang mendukung perubahan, pasti akan menempatkan perpustakaan pada posisi yang sama pentingnya dengan unsur lain disekolah.


Kiat diatas, semoga saja dapat mewujudkan harapan kita untuk membentuk siswa sebagai bagian dari ’reading society’ dengan bacaan yang benar-benar mencerdaskan. Meskipun buku yang diterbitkan di Indonesia terbilang sedikit setiap tahunnya. Sebagai bandingan, ditahun 2006 kita hanya menerbitkan 10.000 buku, sedangkan negara kecil Vietnam mampu menerbitkan 15.000 buku pada tahun yang sama (sumber:Republika Online)

SMAN 1 LEUWILIANG KABUPATEN BOGOR Sederhana Namun Menjadi Favorit

SMAN 1 Leuwiliang berdiri sejak tahun 1975 dengan status filial atau kelas jauh dari SMAN 1 Bogor. Diusianya yang telah memasuki 33 tahun, SMAN 1 Leuwiliang telah menjelma menjadi sekolah yang difavoritkan oleh masyarakat Kabupaten Bogor khususnya masyarakat kawasan Bogor Barat. Prestasi Internasional pun mampu diraih.

Sekolah yang terletak di Jl. Raya Leuwiliang ini memiliki 800 orang siswa dengan 62 guru yang terdiri dari 34 guru PNS dan 28 guru non PNS atau honorer. Dengan fasilitas yang relatif sederhana, yaitu 22 ruang belajar, 1 laboratorium IPA. 1 laboratorium bahasa dan fasilitas pendukung intra dan ekstrakurikuler lainnya. SMAN 1 Leuwiliang membuka program IPA, IPS dan Bahasa. “Sejak awal berdiri SMAN 1 Leuwiliang telah meraih prestasi yang cukup membanggakan. Di tahun kedua pendiriannya, siswa SMAN 1 Leuwiliang sudah ada yang terpilih sebagai anggota pasukan pengibar bendera pusaka (Paskibraka),” ujar Wakil Kepala Sekolah Bidang Humas SMAN 1 Leuwiliang, Cecep Sofyan, S.Pd, MM.

Cecep mengharapkan, dari jumlah guru yang ada sekarang, terlihat memang masih banyak guru yang belum berstatus PNS. Semoga ke depan lebih banyak lagi guru yang berstatus PNS mengajar di SMAN 1 Leuwiliang dan semoga pemerintahan kita semakin stabil agar mampu mengangkat PNS terutama guru yang memang masih sangat dibutuhkan.

Sebagai seorang alumni dari angkatan pertama sekolah ini, Cecep cukup bangga akan perkembangan yang dialami oleh SMAN 1 Leuwiliang. Sejak tahun 1992 dirinya bertugas, peningkatan itu terus terjadi baik dari sarana dan prasarana belajar maupun peningkatan kualitas siswa, guru dan tenaga kependidikan lainnya. Meski diakui kemajuan itu tidak berjalan dengan cepat. Namun Cecep, meyakini SMAN Leuwiliang selalu menjadi favorit bagi masyarakat Kabupaten Bogor khusus kawasan Bogor Barat.
Setiap penerimaan siswa di tahun pelajaran baru, SMAN 1 Leuwiliang selalu menerima jumlah pendaftar yang jauh melebihi daya tampung sekolah. Hal ini cukup menggembirakan mengingat hal tersebut merupakan salah satu indikasi besarnya kepercayaan masyarakat kepada pihak sekolah. “Selain itu panitia juga memiliki kesempatan dan peluang mengadakan seleksi yang ketat agar siswa yang diterima benar-benar siswa yang memiliki kemampuan sesuai standar yang sudah ditentukan,” kata Cecep.

Kepercayaan masyarakat terhadap SMAN 1 Leuwiliang cukup beralasan mengingat banyak faktor yang menyebabkan hal itu terjadi. Selain SMAN 1 Leuwiliang memang sudah lama berdiri, reputasinya memang dikenal baik. Dari keterangan Cecep, SMAN 1 Leuwiliang telah banyak berprestasi baik di bidang akademik maupun non akademik. Lulusan atau alumni SMAN 1 Leuwiliang pun telah banyak yang berhasil di bidang kehidupannya masing-masing. Terakhir lebih dari 50% lulusan SMAN 1 Leuwiliang melanjutkan studi di perguruan tinggi baik negeri ataupun swasta.

Cecep juga berharap agar di tahun-tahun mendatang, SMAN 1 Leuwiliang bisa terus meraih prestasi yang gemilang. Meskipun dengan fasilitas laboratorium yang masih serba sederhana, di tahun 2008 ini salah satu siswa SMAN 1 Leuwiliang berhasil menjuarai lomba sains tingkat nasional untuk bidang kimia. Dengan mempertahankan hasil percobaan Termokimia, Muhammad Zulqarnaen, siswa kelas XII berhasil meraih gelar The best experiment dalam lomba sains tingkat nasional. Selanjutnya Zulkarnaen akan mewakili Indonesia di ajang kompetisi Internasional yang akan diselenggarakan di Budapes, Hongaria bulan Juli mendatang.

“Kami berharap dan berusaha untuk mewujudkan target kami yaitu menambah fasilitas laboratorium. Saat ini laboratorium yang digunakan untuk praktikum masih sangat terbatas baik ruang maupun peralatannya. Di tahun depan kami berusaha memisahkan antara laboratorium fisika, biologi dan kimia. Momentum diraihnya prestasi gemilang yang diraih siswa kami di tahun ini akan kami jadikan pemacu semangat untuk terus meningkatkan kualitas pembelajaran dan kualitas pelayanan kepada siswa,” lanjut Cecep.

Selain fokus pada pencapaian prestasi akademik, SMAN 1 leuwiliang juga terus berupaya memfasilitasi siswa agar menyalurkan bakat dan minatnya melalui program ekstrakurikuler. “Ada lebih dari 10 macam pilihan ekstrakurikuler yang dibina di sekolah kami, siswa boleh memilih ekstrakurikuler sesuai minatnya masing-masing,” terang Cecep. Jika memperhatikan 2 buah lemari di ruang guru, memang menunjukkan begitu banyak tropi sebagai tanda banyaknya prestasi yang telah diraih oleh siswa SMAN 1 Leuwiliang.

Zulqarnaen
Ikut International Chemistry Olympiad



Untuk lebih mengetahui proses pencapain prestasi siswa SMAN 1 Leuwiliang yang menjadi duta bangsa di forum internasional yaitu International Chemistry Olympiad (ICO) yang akan digelar di Budapes, Hongaria Juli mendatang, GOCARA juga menyempatkan diri bertemu dengan Yusuf Arifin, S.Pd guru pembimbing kompetisi. Dijelaskan Yusuf, awalnya Zulqarnaen dan beberapa temannya dilatih dan dibimbing secara intensif dalam menyelesaikan soal-soal kimia. Mereka dikirim sebagai perwakilan sekolah dalam lomba di tingkat kabupaten. Dalam proses seleksi itu Zulqarnaen memang terlihat menonjol dan akhirnya bisa menjuarai kompetisi tersebut.
Selanjutnya Zulqarnaen berhak mewakili kabupaten untuk mengikuti kompetisi tingkat provinsi dan akhirnya Zulqarnaen menjadi salah satu wakil provinsi Jawa Barat dalam kompetisi tingkat nasional di Surabaya.

Zulqarnaen dinilai merupakan siswa yang pendiam, namun karena kesukaannya membaca buku menjadikan dia lebih menonjol dibandingkan dengan teman-temanya. Meskipun Zulqarnaen memiliki latar belakang orangtua yang tidak mampu, namun dengan semangat belajar dan ketekunannya yang tinggi, tidak mengherankan kalau Zulqarnaen bisa mencapai prestasi menjadi juara olimpeade. “Sekolah telah memberikan dukungan dari awal saat pertama kali Zulqarnaen mendaftar di SMAN 1 Leuwiliang ini, pihak sekolah sudah memberikan keringanan berupa pembebasan biaya sekolah kepada Zulqarnaen. Jadi sebelum Zulqarnaen meraih juara pun sekolah sudah mendukung murid-murid yang memiliki kemampuan akademik tinggi namun kemampuan ekonomi orangtuanya tidak memadai,” lanjut Yusuf.


Zulqarnaen (Kelas XII IPA)
Peraih The Best Experiment dalam Kompetisi Kimia Tngkat Nasional


Ditemui disela-sela waktu ujian praktikum di Laboratorium IPA SMAN 1 Leuwiliang, Zulqarnaen menjawab semua pertanyaan yang ditujukan GOCARA. Zul, begitu teman-temannya biasa menyapa, mengungkapkan dirinya sama sekali tidak menyangka dapat menjuarai kompetisi yang diikutinya. “Saya hanya berusaha menyimak dengan baik penjelasan guru pembimbing, membaca dan mengerjakan latihan soal sesering mungkin dan mengikuti kompetisi dengan baik. Sejak di tingkat Kabupaten saya dapat meraih peringkat pertama dan Alhamdulillah akhirnya bisa meraih predikat The best Experiment waktu di tingkat nasional dan akhirnya dapat terpilih menjadi salah satu wakil Indonesia di kompetisi Internasional nanti,” tutur Zulqarnaen ketika ditanya kiat sukses menjuarai lomba.

Zul juga mengungkapkan keinginannya untuk menjadi seorang fisikawan. Namun demikian ia masih mempertimbangkan tawaran beasiswa dari beberapa perguruan tinggi baik di dalam maupun luar negeri. “Ada 2 tawaran beasiswa dari universitas luar negeri dan 3 tawaran dari universitas dalam negeri, tapi saya belum memutuskan karena masih berkonsentrasi mempersiapkan kompetisi bulan Juli nanti,” ujarnya. Sukses ya Zul, semoga pulang membawa medali untuk Indonesia. Ray