Rabu, 11 Juni 2008

MENGHIDUPKAN (LAGI) PERPUSTAKAAN SEKOLAH

Oleh Yuyum Daryumi, S,Pd.


Sangat memperhatikan mengamati kondisi sebagian besar siswa di Indonesia terhadap buku bacaan. Keadaan minat baca yang menurun ini berkaitan erat dengan pesaingnya yaitu televisi, game-game elektronik, dan yang tak kalah kuatnya pengaruhnya adalah ponsel. Jika kita melawan para pesaing itu, terutama televise, sepertinya hanya sebuah angan-angan saja. Memang ada sebagian televisi yang mulai peduli dengan pendidikan dan dunia anak, tapi yang menyerbunya dengan tayangan untuk kondsumsi orang dewasa lebih dahsyat lagi. Para pakar media dan LSM dengan berbagai cara memberikan imbauan adar televisi menjadi media yang ramah keluarga. Tapi rupanya motivasi komersial lebih jauh menggiurkan dibandingkan idealisme.

Serangan berikutnya adalah ponsel, ada yang salahkah denga alat komunikasi yang cepat dan praktis ini ? tidak ada. Yang ada justru kekeliruan penggunanya, yang didalamnya adalah siswa kita.

Lalu dari mana kita menyusun benang kusut kondisi ini ? debagai bagian dari masyarakat pembalajaran, kita turut bertanggung jawab atas permasalahan ini. Masyarakat pembelajaran (Learning society) adalah unsur masyarakat –tanpa dibatasi usia – yang secara sadar mengembangkan segenap kemanmpuan jasmani maupun rohaninya untuk kemajuan diri dan lingkungannya untuk menjadi manusia seutuhnya. Bagian inti dari masyarakat pembelajaran adalah sekolah. Idealnya, sekolahlah yang menjadi motor warga (sekolahnya)nya untuk melek baca. Bahkan disekolah dengan fasilitas minim sekalipun. Tidak ada alasan sebuah sekolah mengandalakan minat baca siswanya tumbuh saat perpustakaan berdiri, misalnya, atau menunggu bantuan dari donatur/pemerintah. Kerelaan para guru dan kepala sekolah untuk menyumbangkan koleksi buku pribadinya pada sekolah yang merupakan awal yang baik untuk mendirikan perpustakaan sekolah.

Sebagai salah satu upaya menumbuhkan minat baca siswa, perpustakaan termasuk sarana yang cukup familiar dikalangan siswa. Namun meskipun sudah dikenal lama, untuk mengenalkan lebih dekat pada siswa diperlukan strategi cermat.

Bagi sekolah yang telah memiliki perpustakaan, layak atau tidak, berbahagialah. Artinya tinggal menguatkan kemabali itikad untuk ’menghidupkan’ lorong-lorong rak buku yang sepi pengunjung. Adalah tugas kita untuk menghapus image, bahwa perpustakaan tak ubahnya seperti museum sekolah.

Kiat dibawah ini adalah praktek sederhana yang pernah saya diterapkan pada sebuah sekolah swasta kecil didaerah.

1. Letak strategis
Posisi ruangan perpustakaan mudah dijangkau oleh pengunjung, memungkinkan siswa untuk lebih sering mendatangi perpustakaan. Kondisi umum perpustakaan sekolah yang menempati bagian pojok/ujung gedung sekolah, justru membuat perpustakaan semakin terasing. Memilih ruangan yang sering dilalui siswa adalah salah satu cara makin mengakrabkan perpustakaan dengan siswa.


2. Sumber daya yang profesional
Sebagai orang yang terlibat langsung dalam pengolahan perpustakaan, petugas perpustakaan adalah mereka yang mau bekerja secara profesional demi kemajuan perpustakaan. Ia sangat paham dengan job description yang harus dilakukan. Mulai dari menyortir buku, memcatat koleksi buku baru, membuat katalog, membuat laporan perkembangan jumlah pengunjung baik dalam bentuk tabel maupun grafik, hingga menyusun kembali buku ketempat semula.


3. Pelayanan prima
Istilah ini awalnya selalu dikaitkan dengan manajemen pemasaran. Namun, tak ada salahnya diterapkan dalam kinerja petugas perpustakaan. Meskipun wilayah pelayanannya tidak luas, namun pelayanan yang maksimal pada pengunjung merupakan kunci yang menarik minat mereka. Secara sederhana, pelayanan prima harus diterapkan petugas perpustakaan diantaranya :

a. Ramah dan bersahabat, jangan segan menyapa dengan senyum setiap pengunjung yang datang
b. Melayani dengan sepenuh hati, meskipun mereka adalah anak-anak yang usianya jauh di bawah kita
c. Sigap dan sistematis dalam melayani peminjaman dan pengembalian buku
d. Sebagao informan utama, berilah keterangan yang lugas jika pengunjung membutuhkan kejelasan seputar masalah perpustakaan


4. Ikuti pelatihan
Sangat terbatas tenaga ahli dibidang perpustakaan, menjadikan perpustakaan dibeberapa sekolah ditangani secara asal-asalan. Untuk mengantisipasi hal tersebut, petugas perpustakaan dianjurkan untuk mengikuti pendidikan dan pelatihan kepustakaan. Untuk masalah ini sekolah harus proaktif mencari informasi tentang program diklat, baik yang diselenggarakan pemerintah maupun LSM.


5. Menarik simpati dengan siswa dengan cara :
a. Mengadakan berbagai lomba, seperti: lomba minat baca, mendongeng, menulis resensi buku, dll
b. Penataan buku yang tepat dan teratur
c. Menciptakan suasana ruangan perpustakaan yang nyaman
d. Promosikan melalui slogan yang khas gaya remaja, seperti “hari gini ga suka baca buku, cape deh...” , “banyak baca banyak tahu, tidak baca jadi sok tahu”, atau kalimat kreatif lain yang lebih menarik dan mudah diingat


6. Guru memanfaatkan layanan perpustakaan
Kelemahan guru pada umumnya kurang memanfaatkan fasilitas yang ada, seperti laboratorium dan perpustakaan. Menjadikan ruangan perpustakaan sebagai alternatif tempat belajar tentu akan menjadi pengalaman yang menyenangkan bagi siswa yang selalu belajar dengan sistem klasial. Diruangan ini guru dapat bereksporasi dengan sarana yang ada, seperti menyimak dan menanggapi pemutaran film ilmu pengetahuan, mendiskusikan buku yang mereka pilih dari koleksi perpustakaan. Membuat penilaian terhadap isi buku, atau aktifitas kraetif lainnya


7. Sebagai alternatif jika guru berhalangan hadir
Jika dalam satu hari guru berhalangan hadir dan pengawasan guru piket terbatas, maka salah satu kelas dapat dialihkan keruang perpustakaan. Dalam hal ini petugas perpustakaan harus sigap menangani siswa satu kelas diruang perpustakaan.


8. Pengadaan buku
Salah satu ciri sebuah perpustakaan berkembang diantaranya ditandai dengan jumlah koleksi buku yang terus bertambah. Petugas perpustakaan harus jeli ’membaca’ selera pengunjung. Buku-buku yang sering diminati dan jumlahnya terbatas, harus ditambah. Jika memiliki dana cukup, tambah dengan koleksi buku yang sedang ’booming’ saat itu. Jika dana terbatas, perpustakaan dapat mengusulkan pada sekolah agar setiap siswa kelas tiga yang lulus diajarkan menyumbang buku pada perpustakaan. Agar bermanfaaat, jenis-jenis buku yang layak disumbangkan sudah ditentukan terlebih dahulu oleh petugas.


9. Manajemen keuangan yang transparan
Pengolahan keuangan perpustakaan baik yang bersumber dari pemerintah maupun intern harus dikelola dengan benar. Tuliskan secara rinci terutama pemasukan harian yang berasal dari denda keterlambatan pengembalian buku.


10. Dukungan kepala sekolah
Mengingat perpustakaan dibawah naungan lembaga sekolah, maka setiap kebijakan perpustakaan otomatis telah mendapat persetujuan kepala sekolah selaku penanggung jawab. Seorang pimpinan yang mendukung perubahan, pasti akan menempatkan perpustakaan pada posisi yang sama pentingnya dengan unsur lain disekolah.


Kiat diatas, semoga saja dapat mewujudkan harapan kita untuk membentuk siswa sebagai bagian dari ’reading society’ dengan bacaan yang benar-benar mencerdaskan. Meskipun buku yang diterbitkan di Indonesia terbilang sedikit setiap tahunnya. Sebagai bandingan, ditahun 2006 kita hanya menerbitkan 10.000 buku, sedangkan negara kecil Vietnam mampu menerbitkan 15.000 buku pada tahun yang sama (sumber:Republika Online)

Tidak ada komentar: