Rabu, 11 Juni 2008

Taufiq Ismail Memperingati 55 tahun Dalam Sastra IndonesiaH. Taufiq Ismail

Dalam menyambut 100 tahun Hari Kebangkitkan Nasional dan 55 tahun kiprahnya dalam panggung sastra Indonesia, H Taufiq Ismail meluncurkan buku Mengakar Ke Bumi Menggapai Ke Langit diselenggarakan di Aula Mahkamah Konstitusi RI di Jalan Medan Merdeka Barat, Rabu (14/5). Mengambil tema “Taufiq Ismail 55 Tahun dalam Sastra Indonesia”, peluncuran buku mendapat respon besar dari para undangan. Sejumlah sastrawan Indonesia, Singapura, Malaysia, Australia dan Brunei Darussalam ikut memeriahkan peluncuran buku tersebut.
Dalam buku Mengakar Ke Langit Menggapai Ke Bumi terdiri dari empat jilid; pertama (Himpunan Puisi 1953-2008), Jlid kedua dan ketiga (Himpunan Tulisan 1960-2008), dan jilid keempat (Himpunan Lirik Lagu), serta buku Rerumputan Dedaunan (Antologi Puisi Terjemahan Penyair Amerika). Menurut Taufiq Ismail, kelahiran 25 Juni 1935, ketika ditanyai mengapa bukunya berjudul Mengakar Ke Bumi Menggapai Ke Langit, dirinya beranggapan sastra karyanya seperti pohon, seperti dirinya sedang berkebun. “Jadi pohon yang saya harapkan akarnya dalam, masuk ke dalam bumi Indonesia dan kemudian dia tumbuh tinggi menjulang, mudah-mudahan akan sampai ke langit atas ridho Allah SWT,” tutur Taufiq Ismail.
Taufiq Ismail juga tercatat sebagai salah satu pendiri majalah sastra Horison, juga aktif dalam meningkatkan budaya membaca dan menulis bagi para siswa. Hal ini didasari dengan keprihatinannya atas kurangnya minat membaca dan menulis anak muda. Paa saat ini bersama dengan kawan-kawan dari majalah satra Horison telah melatih sebanyak 1.800 guru dalam program MMAS (Membaca, Menulis, dan Apresiasi Sastra) selama 6 hari di 12 kota, dan membentuk 30 sanggar sastra siswa di seluruh Indonesia. Tujuan dari kegiatan tersebut adalah meningkatkan budaya membaca buku dan kemampuan menulis anak bangsa. “Dalam pendidikan partisipasi dan subangsi saya adalah meningkatkan budaya membaca buku dan kemampuan menulis bagi siswa,” tutur Taufiq.
Penjualan buku Mengakar Ke Bumi Menggapai Ke Langit semua dana akan dipakai untuk pembangunan Rumah Puisi yang digagasnya. Lokasi Rumah Puisi terletak di Aie Angrek, Kabupaten Tanah Datar Sumatra Barat, pembangunan Rumah Puisi telah dimulai sejak tanggal 20 Febuari 2008. Adapun tujuan dari Rumah Puisi yang dicita-citakannya untuk menjadi pusat kegiatan sastra Tanah Air, dimana pelatihan guru Bahasa dan Sastra Indonesia dapat diselenggarakan, sastrawan dapat berinteraksi dengan siswa dan guru, buku-buku dapat diakses dalam sebuah perpustakaan, sanggar sastra siswa difasilitasi dan beberapa kegiatan sejenis lainnya. Koleksi buku Taufiq Ismail di Jakarta, akan menjadi penghuni pertama perpustakaan Rumah Puisi, disusul oleh koleksi buku para penyumbang. Modal awal pembangunan adalah dari perolehan hadiah sastra Habibie Award 2007 sebesar $25.000 US, setelah dipotong pajak menjadi Rp 200.000.000.
Taufiq Ismail menikahi Esiyati Yatim tahun 1971 ini seperti tidak pernah lelah berkarya. Dunia sastra yang telah ditekuninya selama 55 tahun banyak menghasilkan karya-karya tulisan yang sempurna, dari menulis cerpen, drama, esai serta kolom dengan lanskap tema yang cukup melimpah dan beragam. Taufiq juga menerjemahkan puisi, cerpen, dan buku Islam. Dengan karya yang dilahirkannya antara lain buku Tirani (1966), Benteng (1966), Buku Tamu Museum Perjuangan (1972), Sajak Ladang Jagung (1974), Kenalkan, Saya Hewan (1976), Puisi-puisi Langit (1990), Prahara Budaya (1995), dan Malu (Aku) Jadi Orang Indonesia (1998) dan Katastrofi Mendunia. Telah memperoleh banyak penghargaan tingkat nasional maupun internasional seperti Anugerah Seni dari Pemerintah RI (1970), Cultural Visit Awards dari Pemerintah Australia (1977), South East Asia Wrire Award dari Kerajaan Thailand (1994), Penulisan Karya Sastra dari Pusat Bahasa (1994), dan Sastrawan Nusantara dari Negeri Johor, Malaysia (1999), dan Habibie Award (2007). Selain itu, Taufiq Ismail aktif mewakili Indonesia baca puisi dan festival sastra 24 kota Asia, Amerika, Australia, Eropa dan Afrika.
Fadli Zon, ketua panitia “Taufiq Ismail 55 Tahun Dalam Sastra Indonesia” menambahkan, kegiatan ini akan dilanjutkan dengan sejumlah acara yang lebih besar. Antara lain dilakukan di Perpustakaan Nasional yang dihadiri Menteri Pendidikan Nasional Bambang Sudibyo dan sejumlah guru besar di Jakarta. Selanjutnya akan diadakan seminar Internasional bertempat di studio TVRI Sumatera Barat dan disiarkan langsung oleh TVRI, sambutan dan peresmian seminar oleh Gamawan Fauzi, dan pidato utama oleh Fasli Jalal Ph.d selaku Direktur Jenderal Pendidikan Tinggi. Acara tersebut juga akan dihadiri sastrawan dari Negara tetangga seperti Malaysia, Singapura, Brunei Darusalam dan sasrawan Australia.
Menurut Fadli Zon kita harus segera menyiapkan sebuah rekayasa masa depan melalui pendidikan, terutama di tingkat pendidikan tinggi. Kita tidak bisa mendiamkan proses terbentuknya struktur yang menghalangi tersedianya pendidikan berkualitas bagi seluruh rakyat Indonesia. Semua tentu sepakat bahwa masyarakat kita harus jadi winner di dalam negeri dan sanggup memegang posisi-posisi kunci di Republik ini. “Jika ikhtiar re-engineering ini bisa segera dilakukan, maka dalam waktu separuh abad struktur baru yang mensejahterakan itu akan bisa dinikmati,” kata Fadli Zon. Mudjiono







Tidak ada komentar: